Karst
Karst Karst adalah sebuah bentukan di permukaan
bumi yang pada umumnya dicirikan dengan adanya depresi tertutup (closed
depression), drainase permukaan, dan gua. Daerah ini dibentuk terutama oleh
pelarutan batuan, kebanyakan batu gamping.
Proses pembentukan karst Daerah karst terbentuk
oleh pelarutan batuan terjadi di litologi lain, terutama batuan karbonat lain
misalnya dolomit, dalam evaporit seperti halnya gips dan halite, dalam silika
seperti halnya batupasir dan kuarsa, dan di basalt dan granit dimana ada bagian
yang kondisinya cenderung terbentuk gua (favourable). Daerah ini disebut karst
asli. Daerah karst dapat juga terbentuk oleh proses cuaca, kegiatan hidrolik,
pergerakan tektonik, air dari pencairan salju dan pengosongan batu cair (lava).
Karena proses dominan dari kasus tersebut adalah bukan pelarutan, kita dapat
memilih untuk penyebutan bentuk lahan yang cocok adalah pseudokarst (karst
palsu).
Ekosistem karst Ekosistem karst memiliki
keunikan, baik secara fisik, maupun dalam aspek keanekaragaman hayati.
[sunting] Biota gua Belum banyak jenis biota gua Indonesia yang diungkapkan.
Baru beberapa jenis udang gua (Macrobrachium poeti), kalajengking gua dari
Maros (Chaerilus sabinae), kepiting gua buta (Cancrocaeca xenomorpha), kepiting
mata kecil (Sesarmoides emdi), isopoda gua (Cirolana marosina), Anthura munae,
kumbang gua (Eustra saripaensis), Mateullius troglobiticus, Speonoterus
bedosae, ekorpegas gua (Pseudosinella maros), Stenasellus covillae, S. stocki,
S. monodi, dan S. javanicus dari karst Cibinong. GUA DAN PENGHUNINYA
Pendahuluan | Definisi Karst | Kehidupan Gua Potensi Kawasan Karst | Penutup
Pendahuluan Take nothing but picture, Kill nothing but the time, Leave nothing
but footprint , (Mengambil tak lain hanya foto, membunuh tak lain hanya waktu,
meninggalkan tak lain hanya jejak kaki), motto tersebut merupakan pegangan para
penelusur gua yang pada intinya bagaimana menelusuri keindahan gua tanpa perlu
merusak dan mengganggunya. Gua merupakan salah satu ciri khas kawasan karst.
Kawasan karst atau gunung gamping merupakan
kawasan yang unik serta kaya akan sumber daya hayati dan non hayati. Indonesia
mempunyai kawasan karst seluas 20% dari total wilayahnya. Salah satu kawasan
karst di Indonesia yang dikenal sebagai Gunung Sewu pernah didengungkan akan
dicalonkan sebagai salah satu Warisan Dunia (World Heritage) karena
keunikannya. Batu gamping sebagai salah satu bahan baku pembuatan semen, dengan
eksplorasi yang tidak bijaksana, lambat laun warisan dunia yang unik dan
terbentuk ribuan tahun ini akan hilang dan hanya menjadi cerita anak cucu kita
kelak, jika kita tidak ikut membantu melestarikannya.
Istilah karst yang dikenal di Indonesia
sebenarnya diadopsi dari bahasa Yugoslavia/Slovenia. Istilah aslinya adalah
krst / krast’ yang merupakan nama suatu kawasan di perbatasan antara Yugoslavia
dengan Italia Utara, dekat kota Trieste . Ciri-ciri daerah karst antara lain :
* Daerahnya berupa cekungan-cekungan
* Terdapat bukit-bukit kecil
* Sungai-sungai yang nampak dipermukaan hilang
dan terputus ke dalam tanah.
* Adanya sungai-sungai di bawah permukaan tanah
* Adanya endapan sedimen lempung berwama merah
hasil dari pelapukan batu gamping.
* Permukaan yang terbuka nampak kasar,
berlubang-lubang dan runcing.
Bentang alam seperti ini dapat Anda jumpai pada
daerah di sekitar daerah Gombong, Jawa Tengah atau daerah Pegunungan Sewu di
Gunung Kidul, DIY. Proses Terbentuknya Gua Gua terbentuk pada dasarnya karena
masuknya air ke dalam tanah. Berikut ini tahapan proses terbentuknya gua :
a. Tahap awal, air tanah mengalir melalui bidang
rekahan pada lapisan batu gamping menuju ke sungai permukaan. Mineral-mineral
yang mudah larut dierosi dan lubang aliran air tanah tersebut semakin membesar.
b. Sungai permukaan lama-lama menggerus dasar
sungai dan mulai membentuk jalur gua horisontal.
c. Setelah semakin dalam tergerus, aliran air
tanah akan mencari jalur gua horisontal yang baru dan langit-langit atas gua
tersebut akan runtuh dan bertemu sistem gua horisontal yang lama dan membentuk
surupan (sumuran gua).
Ornamen dan Keindahan Gua Bentuk ornamen-ornamen
gua merupakan keindahan alam yang jarang kita jumpai di alam terbuka. Di tengah
kegelapan abadi proses pengendapan berlangsung hingga membentuk ornamen-ornamen
gua ( speleothem ). Proses ini disebabkan karena a ir tanah yang menetes dari
atap gua mengandung lebih banyak CO2 daripada udara sekitarnya. Dalam rangka
mencapai keseimbangan, CO2 menguap dari tetesan air tersebut. Hal ini
menyebabkan berkurangnya jumlah asam karbonat, yang artinya kemampuan melarutkan
kalsit menjadi berkurang. Akibatnya air tersebut menjadi jenuh kalsit (CaCO3)
dan kemudian mengendap. Berbagai ornamen gua yang sering di jumpai :
* Stalaktit ( stalactite )
* Stalagmit ( stalagmite )
* Tiang ( column )
* Tirai ( drapery )
* Teras-teras travertin
*Geode (batu permata)
* Stalaktit ( stalactite )
Terbentuk dari tetesan air dari atap gua yang
mengandung kalsium karbonat (CaCO3 ) yang mengkristal, dari tiap tetes air akan
menambah tebal endapan yang membentuk kerucut menggantung dilangit-langit gua.
Berikut ini adalah reaksi kimia pada proses pelarutan batu gamping : CaCO3 +
CO2 + H2O à Ca2 + 2HCO3
* Stalakmit ( stalacmite ) Merupakan pasangan
dari stalaktit, yang tumbuh di lantai gua karena hasil tetesan air dari atas
langit-langit gua.
* Tiang ( Column ) Merupakan hasil pertemuan
endapan antara stalaktit dan stalakmit yang akhirnya membentuk tiang yang
menghubungkan stalaktit dan stalakmit menjadi satu. Irisan geoode
memperlihatkan lingkaran-lingkaran pertumbuhan mineral kuarsa hasil pengendapan
air tanah dalam sebuah rongga batuan
* Tirai (drapery) Tirai (drapery) terbentuk dari
air yang menetes melalui bidang rekahan yang memanjang pada langit-langit yang
miring hingga membentuk endapan cantik yang berbentuk lembaran tipis vertikal.
* Teras Travertin Teras Travertin merupakan kolam
air di dasar gua yang mengalir dari satu lantai tinggi ke lantai yang lebih
rendah, dan ketika mereka menguap, kalsium karbonat diendapkan di lantai gua
* Geode Batu permata yang terbentuk dari
pembentukan rongga oleh aktifitas pelarutan air`tanah.
Kemudian dalam kondisi yang berbeda terjadi
pengendapan material mineral (kuarsa, kalsit dan fluorit) yang dibawa oleh
air`tanah pada bagian dinding rongga. Kehidupan Gua Ciri-ciri Organisme Gua
Kondisi lingkungan gua yang telah kehilangan cahaya dan relatif stabil dengan
suhu rendah dan kelembaban yang tinggi, berbeda dengan kondisi lingkungan di
luar gua dimana semua kehidupan didapatkan dari sinar matahari, sehingga
dianggap sebagai ekosistem tersendiri walaupun hanya seluas sistem perguaan
tersebut. Kondisi lingkungan gua yang telah kehilangan cahaya dan relatif
stabil dengan suhu rendah dan kelembaban yang tinggi, berbeda dengan kondisi
lingkungan di luar gua dimana semua kehidupan didapatkan dari sinar matahari,
sehingga dianggap sebagai ekosistem tersendiri walaupun hanya seluas sistem
perguaan tersebut.
Berikut ini ciri-ciri organisme gua :
1. Tubuh tidak berpigmen.
2. Waktu reproduksinya tertentu.
3. Mempunyai alat gerak yang ramping dan panjang
(Jangkrik gua mempunyai antena 20-21 mm).
4. Mempunyai alat indera (alat penggetar) yang
sudah berkembang.
5. Mata tereduksi atau hilang sama sekali.
6. Metabolismenya lamabat karena kurangnya suplai
makanan.
7. Dapat beradaptasi dengan lingkungan kelembaban
yang tinggi. Zonasi Kehidupan Gua berdasar Adaptasi s Gua digambarkan sebagai
pulau dengan kumpulan organismenya masing-masing.
Dalam klasifikasi klasik, organisme gua dibedakan
berdasarkan tingkat adaptasinya terhadap lingkungan gua yaitu:
1. Trogloxene adalah organisme yang hidup di
dalam gua namun tidak pernah menyelesaikan seluruh siklus hidupnya di dalam
gua. Kelelawar salah satu contoh hewan trogloxene.
2. Troglophile adalah organisme yang
menyelesaikan seluruh siklus hidupnya di dalam gua, namun individu yang lain dari
jenis yang sama juga hidup di luar gua, seperti: salamander, cacing tanah,
kumbang dan crustacea .
3. Troglobite adalah organisme gua sejati dan
hidup secara permanen di zona gelap total dan hanya ditemukan di dalam gua.
Contoh : ikan Amblyopsis spelaeus, Puntius sp, Bostrychus sp.
Zonasi Kehidupan Gua berdasar Cahaya Ekosistem
gua memiliki ciri khas terbatas dengan absennya cahaya matahari, iklim yang
hampir seragam, temperatur yang konstan sepanjang tahun dan kelembaban relatif
yang tinggi dan konstan. Berdasarkan ketersediaan cahaya matahari, gua memiliki
tiga zonasi :
1. Zona mulut atau zona terang ( entrance zone ).
Pada zona ini terdapat cahaya matahari langsung dan iklim gua sangat
terpengaruh oleh faktor luar gua.
2. Zona senja atau zona remang-remang ( twilight
zone ) adalah zona dengan cahaya matahari tidak langsung, berupa pantulan
cahaya dari zona mulut. Iklim sedikit terpengaruh oleh kondisi luar gua.
3. Zona gelap total ( dark zone ) adalah zona
dimana tidak ada cahaya sama sekali. Organisme gua sejati hidup di zona ini.
Potensi Kawasan Karst Penambangan Batu Gamping di Kawasan Karst Kawasan karst
merupakan bentang alam yang unik dan langka. Karena terbentuk dengan proses
yang berlangsung lama dan hanya di jumpai pada daerah-daerah tertentu, sudah
barang tentu kawasan karst menjadi obyek eksplorasi dan eksploitasi manusia
yang tidak pernah merasa puas. Secara umum kawasan karst mempunyai berbagai
potensi yang bermanfaat antara lain :
* Potensi Ekonomi
* Potensi Sosial
* Potensi Ilmu Pengetahuan Potensi Ekonomi Obyek
wisata Gua Jatijajar di Kab. Kebumen Jateng Semakin meroketnya jumlah penduduk
tak ayal lagi membuat manusia berusaha untuk bertahan hidup.
Gua yang umumnya di jumpai dikawasan karst sudah
lama dijadikan manusia sebagai hunian. Selain sebagai hunian, kawasan karst
juga tempat untuk pertanian/peternakan, perkebunan, kehutanan, penambangan batu
gamping, penambangan guano (kotoran kelelawar), penyediaan air bersih, air
irigasi dan perikanan, serta kepariwisataan. Salah satu pemanfaatan yang
merugikan adalah penambangan batu gamping. Dengan menggunakan bahan peledak
akan menganggu hewan didalamnya (kelelawar, burung walet). Pemanfaatan yang
baik untuk kelestarian kawasan karst adalah pariwisata yang selalu berusaha
untuk mempertahankan keaslian dan keunikan kawasan karst tersebut.
Potensi Sosial Cerita Mitos Di Gua jatijajar
Nilai sosial-budaya kawasan karst selain menjadi tempat tinggal juga mempunyai
nilai spiritual/religius, estitika, rekreasional dan pendidikan. Banyak tempat
di kawasan karst yang digunakan untuk kegiatan spiritual/religius. Banyak aspek
hubungan antara manusia dikaitkan dengan hal-hal yang bersifat spiritual
khususnya dengan keyakinan masyarakat dengan fenomena alam di sekitarnya
seperti halnya gua. Hubungan antara manusia dan alam disekitarnya pada dasarnya
akan memberikan pelajaran kepada manusia bagaimana melestarikan alam dan dekat
dengan Sang Penciptanya. Potensi Ilmu Pengetahuan Penelitian sumber Daya Hayati
di dalam gua Kawasan karst dapat menjadi obyek kajian yang menarik bagi
berbagai disiplin ilmu antara lain: geologi, geomorfologi, hidrologi, biologi,
arkeologi dan karstologi. Masing-masing disiplin ilmu tersebut mempunyai
ketertarikan terhadap kawasan karst karena kandungan fenomenanya sangat berbeda
dengan kawasan lain di permukaan bumi ini.
Fenomena abiotik, biotik di atas permukaan dan di
bawah permukaan kawasan karst masih belum banyak yang terungkap. Kawasan karst
masih mengandung berbagai tantangan ilmiah dari berbagai sudut ilmu
pengetahuan. Masih banyak hal yang manusia belum ketahui di dalam perut bumi
dengan kegelapan abadinya. Penutup Air liur dari burung walet yang bernilai
tinggi Gua dengan segala keindahannya merupakan ciptaan Tuhan yang tiada
taranya. Setiap inci dari ornamen gua terbentuk dari proses yang berlangsung
puluhan hingga ratusan tahun. Selain itu penghuni gua yang khas mengandung
potensi yang sangat tinggi jika dimanfaatkan secara benar dan bijak. Maukah
kita melihat warisan dunia yang indah ini rusak karena tergusur industri semen
atau rusak oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab.
Penyedia air Di kawasan kars banyak dijumpai gua
dan sungai bawah tanah yang juga menjadi pemasok ketersediaan air tanah yang
sangat dibutuhkan oleh kawasan yang berada di bawahnya. Termasuk di dalamnya
ketersediaan air tawar (dan bersih) bagi kehidupan manusia, baik untuk
keperluan harian maupun untuk pertanian dan perkebunan. [sunting] Daerah karst
di Indonesia Kawasan karst di Indonesia mencakup luas sekitar 15,4 juta hektare
dan tersebar hampir di seluruh Indonesia. Perkiraan umur dimulai sejak 470 juta
tahun lalu sampai yang terbaru sekitar 700.000 tahun. Keberadaan kawasan ini
menunjukkan bahwa pulau-pulau Indonesia banyak yang pernah menjadi dasar laut,
namun kemudian terangkat dan mengalami pengerasan. Wilayah karst biasanya
berbukit-bukit dengan banyak gua.
PROSES
TERBENTUKNYA GOA
Sampai saat ini ada berbagai
macam teori tentang bagaimana goa karst terbentuk. Menurut W. M. Davis (1930)
goa pertama kali dibentuk didalam zone freatik dibawah permukaan tanah. Menurut
Lehman (1932) bahwa goa mulai terbentuk setelah ada ruangan pemula. Beberapa
teori yang lainnya menyatakan bahwa terjadinya goa dimulai pada saat terjadinya
pelebaran rekahan oleh proses pelarutan (solusional). Proses pembentukan goa
tersebut membutuhkan waktu yang sangat lama (jutaan bahkan ratusan juta tahun),
sehingga speleogenesis hanya dapat diterangkan secara teoritis. Teori tentang
terbentuknya goa memang masih dalam perdebatan, namun dari berbagai macam teori
tersebut, ada beberapa yang dapat diterima dan dipakai secara umum. Teori
tersebut dikenal dengan teori klasik pembentukan goa walaupun kini banyak
bermunculan teori modern yang menyanggah teori klasik tersebut. Secara umum,
ada 3 teori yang umum digunakan yaitu Vadose Theory, Deep Phreatic Theory dan
Watertable Theory.
Vadose Theory
Menyatakan
bahwa goa terbentuk akibat aliran air yang melewati rekahan-rekahan pada batuan
gamping yang berada diatas permukaan air tanah.Teori Vadose ini banyak didukung
oleh Dwerry house (1907), Greene (1908), Matson (1909), dan Malott (1937) yang
mempertahankan bahwa sebagian besar perkembangan gua berada di atas watertable
dimana aliran air tanah paling besar. Jadi, aliran air tanah yang mengalir
dengan cepat, yang mana gabungan korosi secara mekanis dengan pelarutan
karbonat, yang bertanggung jawab terjadap perkembangan gua. Martel (1921)
percaya bahwa begitu pentingnya aliran dalam gua dan saluran (conduit) begitu
besar sehingga tidak berhubungan terhadap hal terbentuknya gua batu gamping
sehingga tidak relevan menghubungkan batugamping yang ber-gua dengan dengan
adanya water table, dengan pengertian bahwa permukaan tunggal dibawah
keseluruhan batuannya telah jenuh air.
Deep Phreatic Theory
Menyebutkan
goa terbentuk dibawah permukaan air tanah dimana pada rekahan-rekahan terbentuk
goa akibat proses pelarutan. Teori Deep Phreaticini banyak dianut oleh Cjivic
(1893), Grund (1903), Davis (1930) dan Bretz (1942) yang memperlihatkan bahwa
permulaan gua dan kebanyakan pembesaran perguaan terjadi di kedalaman yang acak
berada di bawah water table, sering kali pada zona phreatic yang dalam. Gua-gua
diperlebar sebagai akibat dari korosi oleh air phreatic yang mengalir pelan.
Perkembangan perguaan giliran kedua dapat terjadi jika water table diperrendah
oleh denudasi (penggundulan) permukaan, sehingga pengeringan gua dari air tanah
dan membuatnya menjadi vadose dan udara masuk kedalam gua. Selama proses kedua
ini aliran permukaan dapat masuk ke sistem perguaan dan sedikit merubah lorong
gua oleh korosi
Watertable Theory
Menyatakan goa terbentuk
dekat dan diatas permukaan airtanah sesuai dengan turunnya permukaan airtanah.
Teori Water Table dianut oleh Swinnerton (1932), R Rhoades dan Sinacori (1941),
dan Davies (1960) mendukung gagasan bahwa air yang mengalir deras pada water
tabel adalah yang bertanggungjawab terhadap pelarutan di banyak gua. Eleveasi
dari water table berfluktuasi dengan variasi volume aliran air tanah, dan dapat
menjadi perkembangna gua yang kuat didalam sebuah zone yang rapat diatas dan
dibawah posisi rata-rata. Betapapun, posisi rata-rata watertable harus relatif
tetap konstan untuk periode yang lama. Untuk menjelaskan sistem gua yang multi
tingkat, sebuah water table yang seimbang sering dihubungkan dengan periode
base levelling dari landscape diikuti dengan periode peremajaan dengan
kecepatan down-cutting ke base level berikutnya
Beberapa
faktor yang mempengaruhi terbentuknya goa adalah fisiografi regional, sistem
percelahan-rekahan, struktur dari batuan karbonat, tektonisme setempat, sifat
petrologi dan kimiawi batuan karbonat, volume air yang melalui, jenis dan
jumlah sedimentasi, runtuhan, iklim masa kini dan masa lalu, vegetasi diatas
lorong, bentuk semula dari goa tersebut dan tindakan manusia.